X-Steel - Wait

Search

Type your search keyword, and press enter

Ordered List

Thursday 17 September 2015

Curhatan kami untuk Bang iwan

               No comments   
Foto Budi Supriadi.BANG Iwan Yang Terhormat, mungkin tulisan ini tak layak kulayangkan, terlebih siapalah aku ini, hanya orang pinggiran yang termajinalkan oleh kekejaman pemerintah sekarang. Sebelum bercerita panjang, apa kabarmu di sana, Bang? Semoga saja Sang Penguasa melindungi dalam setiap langkahmu, diberi umur panjang, sehat selalu. Dan tetap berkarya, berbakti terhadap nusa dan bangsa. Amin.
Bang Iwan, karya-karyamu dulu, dalam liriknya yang tajam, yang kaulantunkan lantang masih teringat jelas di telinga kami (rakyat), terlebih kami yang mencintai mahakaryamu yang tak padam dimakan zaman. Di setiap lirik lagumu menjadikan batu kerasnya kami ikut menghantam penguasa zalim. Tapi itu dulu, tidak sekarang, karena kau tak seperti yang dulu lagi. Entahlah, entah apa yang terjadi, apa kau sudah letih berteriak di setiap lagumu? Kami tahu, mungkin kau lelah sudah. Kami juga paham di usia Abang yang tak bisa berjingkrak seperti di era Soeharto.

Terimakasih, Bang, terimakasih atas anarkimu yang kautanamkan kepada kami. Cita-cita yang dulu pernah kita impikan, sebuah negara tempat kita bersandar dan berharap, negara impian yang senantiasa menyejahterakan rakyatnya. Tenang, Bang, tenang kau di sana, kami tahu kau lelah, biarkan kami yang melangkah. Kami masih percaya pada kekuatan PERSATUAN.
Kalau boleh aku sedikit bercerita kepadamu, Bang, sekarang ini, para ibu rumah tangga sudah tak mengepulkan asap lagi di dapur. Tahu kenapa, Bang? Karena semua kebutuhan pokok melambung tinggi. Selain itu, Bang, para bapak kepala rumah tangga sudah tak bisa lagi berangkat bekerja karena harga BBM membumbung tinggi. Tapi, sukurlah, Bang, tetangganya masih berbaik hati memberikan pinjaman uang.
Semakin sulit saja kami hidup, Bang, benda miskin tak bisa kami buang jauh-jauh, malahan semakin dekat merapat. Negara tetangga sebelah kasihan melihat kami, dan ada juga yang nakal mengejek, Indonesia yang begitu kaya alamnya, namun rakyatnya miskin. Ah, kami tak menggubris celotehan itu, Bang. Walaupun begini keadaan negara, kan kita harus tetap bangga dengan Indonesia Raya.
Oh ya, Bang, apa kabar orang-orang di istana negara? Sehatkah mereka? Mungkin Abang tahu keadaan mereka. Kalau kami tak pernah tahu, Bang, karena kami begitu jauh dengan mereka. Tak sempat kami mendengar ataupun melihat orang-orang berjas rapi itu, karena kami sudah disibukkan dengan kehidupan yang mencekik. Dan semoga saja mereka bekerja dengan baik, memegang sebagian suara kami dulu semasa kampanye.
Kalau boleh kami meminta kepadamu, Bang? Yuk, kita teriakkan bersama-sama, suara abang yang dulu. Ayo, Bang pekikkan “Galang Rambu Anarki!” Atau “Negara”, boleh juga “Surat Buat Wakil Rakyat.” Terserah Abang saja, yang penting abang rileks menyuarakannya. Mari, Bang, kita seperti yang dulu! Seperti orang-orang pinggiran yang selalu bahagia, dan bertahan hidup sekalipun keadaan sangat menyakitkan.

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkomentar dengan baik